top of page
Writer's pictureLady MF Sirait

What If the innovator is a storyteller?




Tanggal 17 Oktober 2020 lalu, NIF mengadakan Learning Hub-nya yang kedua. NIF Learning Hub merupakan wadah berbagi dan belajar bagi para inovator. Narasumber kali ini adalah seorang agen penggerak inovasi sekaligus seorang storyteller, yaitu Bapak Ahmad Yuniarto atau biasa disapa dengan Pak AY. Beliau juga merupakan seorang filantropi yang mendirikan Yayasan Biru Peduli dan aktif membina Save the Children Indonesia.


Pak AY menyampaikan bahwa pada dasarnya, proses pengembangan sebuah inovasi dapat diibaratkan bagai suatu perjalanan cerita. Dari awal hingga akhir, prosesnya tidak linear dan akan bertemu dengan banyak masalah. Dalam menyelesaikan masalah utama (main plot) guna mendapatkan tujuan utama, selalu ada sub plot atau masalah yang muncul. Kita harus mampu mengatasi berbagai monster atau masalah yang timbul di sub plot untuk dapat melangkah menuju main plot sebagai tujuan utama kita. Oleh karenanya, guna merancang sebuah proses inovasi, seorang inovator perlu menjadi seorang storyteller yang baik, yakni dengan menguasai tiga elemen storytelling sbb:


1. Creative courage

Seorang storyteller harus berani menjadi seorang yang kreatif. Pada dasarnya, setiap orang adalah seorang storyteller, paling tidak terhadap diri kita sendiri. Contohnya, setiap kita menghadapi suatu masalah atau persimpangan jalan, kita diperhadapkan pada beberapa pilihan antara berjalan lurus, belok ke kiri atau kanan, lalu kita akan menceritakan hal tersebut kepada diri kita sendiri yang akan membantu kita untuk memilih. Pengalaman masa lalu kita juga merupakan poin yang dapat mempengaruhi keputusan yang kita ambil. Oleh karena itu, kita harus mempunyai kemampuan mengelola cerita dengan baik agar tidak salah mengambil keputusan. Dua poin penting dalam creative courage adalah:

· Agency, yaitu bagaimana seseorang bisa menjadi independent untuk mengambil keputusan-keputusan dan melakukan tindakan meskipun dikeliling berbagai pengaruh.

· Self-efficacy, yakni keyakinan seseorang dalam mengatasi masalah dan mencapai keberhasilan.

Kedua hal ini merupakan modal penting karena apa yang kita percayai atas diri kita akan mempengaruhi persepsi, tindakan-tindakan dan hasil yang kita capai.


2. Embrace the messiness

Hal ini erat hubungannya dengan bagaimana kita melihat masa depan. Terkadang tanpa sadar, kita terpaku pada satu titik kecil saja atau target yang akan kita capai, namun lupa bahwa ada faktor-faktor lain di luar kendali kita yang akan mempengaruhi masa depan. Oleh karena itu, kita perlu melatih:

· Sensing, yaitu mengetahui kecenderungan yang ada dan faktor-faktor yang dapat kita kendalikan.

· Imagining scenarios, yakni membayangkan berbagai kemungkinan di masa depan dan memprediksi hasil yang akan muncul dari faktor-faktor yang ada.

· Adapting, yang artinya kita tidak terpaku pada satu rencana saja, tetapi mempunyai opsi lain sehingga di titik-titik tertentu, kita dapat waspada untuk mengambil keputusan berbeda.


3. Tap into the emotion

Dalam melihat sebuah bangunan cerita ada awal, tengah, hingga akhir sebagai storyteller, kita harus memikirkan apakah produk inovasi bisa mempunyai berbagai dimensi:

· Visceral atau level awal, dimana warna, bentuk, nama sebagai kesan pertama harus yang didesain dengan baik sehingga orang lain mempunyai keinginan untuk dapat masuk ke wilayah berikutnya, yaitu ke level tengah.

· Behavioral atau level tengah, dimana bagian ini mempengaruhi keputusan seseorang untuk memilih produk kita (menggerakan perilaku atau aksi).

· Reflective atau level akhir, dimana orang lain merasa bahwa produk inovasi kita sangat bermanfaat tidak hanya untuk mereka sendiri tapi juga bagi orang lain, sehingga mereka akan merekomendasikan produk kita.


Ketiga elemen di atas penting bagi seorang storyteller dan bisa digunakan sebagai lensa untuk melihat dan merancang sebuah inovasi, serta dalam mengatasi suatu masalah di kehidupan kita. Selamat berinovasi!

51 views0 comments

Comments


bottom of page